Memori, adalah sebuah fungsi dimana manusia menyimpan informasi yang mereka terima. Memori sendiri tidak bekerja seperti rekaman, tapi seperti puzzle, yang terdiri dari potongan-potongan yang kita ingat dan ilmu yang kita dapatkan di dunia. Dari sini manusia kemudian bisa merekonstruksi ulang di pikirannya apa yang terjadi di masa lalu menurut memori yang dia punya.
Sedangkan persepsi, adalah pengalaman tentang objek, perisyiwa, atau hubungan - hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menyampaikan pesan. Persepsi ini juga mempengaruhi bagaimana manusia merespon dan beraksi pada sesuatu.
Memori dan persepsi memiliki fungsi yang sama, yaitu mengisi kekosongan dengan tebakan berdasarkan ilmu dan pengalaman kita sebelumnya. Pada kali ini, saya akan membahas mengenai bagaimana memori berpengaruh pada persepsi saya.
Ketika saya kecil, saya diajak untuk ke Dufan bersama keluarga saya. Salah satu wahana keluarga paling wajib dikunjungi adalah Istana Boneka. Ada beberapa aturan mengenai Istana Boneka, antara lain tidak boleh memoto dengan flash dan tidak boleh turun ke pelataran yang menjadi tempat boneka - boneka tersebut. Ketika menaiki wahana itu, Ayah saya turun dari perahu dan ke pelataran tersebut. Saya pun menjadi gelisah dan ketakutan; berpikiran seperti bagaimana kalau Ayah saya tidak bisa kembali ke perahu? Sejak saat itu, saya memiliki persepsi buruk terhadap Istana Boneka, baik itu yang di Dufan maupun sejenisnya di taman bermain manapun.
Persepsi saya terhadap wahana Istana Boneka adalah tempat yang tidak menyenangkan, dan ini disebabkan oleh memori masa kecil saya. Saya pun menghindari menaiki wahana sejenis itu dan tidak merasa bisa menikmati wahana itu. Namun, beberapa tahun setelahnya, saya kembali pergi ke Dufan. Kali ini bersama teman - teman saya. Teman - teman saya pun ingin menaiki Istana Boneka karena wahana ini yang paling aman dinaiki oleh semuanya. Tentu saja sebenarnya saya punya perasaan tidak enak, namun mau tidak mau saya pun ikut menaiki wahana ini.
Setelah mengantri dan masuk ke dalam wahana, saya tetap tidak merasakan kegirangan yang seharusnya ketika masuk ke Istana penuh boneka dan malah dipenuhi kegelisahan. Ditengah - tengah perjalanan perahu, saya pun berpikir, mungkin ini waktunya untuk mengatasi ketakutan saya terhadap Istana Boneka. Saya pun turun ke pelataran, dan di momen itu saya merasa cukup bangga bisa mengatasi ketakutan saya di momen tersebut.
Walaupun saya bisa membuat diri saya merasa lebih baik pada saat itu, ternyata tetap saja saya memiliki persepsi buruk terhadap Istana Boneka karena memori awal saya. Ketika melihat kembali memori - memori tentang Istana Boneka, saya sekarang memiliki 2 perasaan, yang satu bangga dan yang satu tetap saja gelisah. Memori dan persepsi saya terhadap Istana Boneka tidak hilang, tetapi bertambah dan untungnya perasaan baiklah yang bertambah.
Seperti puzzle, memori Istana Boneka kini di otak saya seperti membesar. Yang tadinya puzzle yang simple sekarang menjadi sedikit lebih kompleks. Namun tetap saja puzzle ini memiliki warna aslinya, yaitu warna kegelisahan, dan sekarang ditambah warna kebanggan tersendiri.
sumber: https://www.scientificamerican.com/article/perception-and-memory/?redirect=1
Sedangkan persepsi, adalah pengalaman tentang objek, perisyiwa, atau hubungan - hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menyampaikan pesan. Persepsi ini juga mempengaruhi bagaimana manusia merespon dan beraksi pada sesuatu.
Memori dan persepsi memiliki fungsi yang sama, yaitu mengisi kekosongan dengan tebakan berdasarkan ilmu dan pengalaman kita sebelumnya. Pada kali ini, saya akan membahas mengenai bagaimana memori berpengaruh pada persepsi saya.
Ketika saya kecil, saya diajak untuk ke Dufan bersama keluarga saya. Salah satu wahana keluarga paling wajib dikunjungi adalah Istana Boneka. Ada beberapa aturan mengenai Istana Boneka, antara lain tidak boleh memoto dengan flash dan tidak boleh turun ke pelataran yang menjadi tempat boneka - boneka tersebut. Ketika menaiki wahana itu, Ayah saya turun dari perahu dan ke pelataran tersebut. Saya pun menjadi gelisah dan ketakutan; berpikiran seperti bagaimana kalau Ayah saya tidak bisa kembali ke perahu? Sejak saat itu, saya memiliki persepsi buruk terhadap Istana Boneka, baik itu yang di Dufan maupun sejenisnya di taman bermain manapun.
Persepsi saya terhadap wahana Istana Boneka adalah tempat yang tidak menyenangkan, dan ini disebabkan oleh memori masa kecil saya. Saya pun menghindari menaiki wahana sejenis itu dan tidak merasa bisa menikmati wahana itu. Namun, beberapa tahun setelahnya, saya kembali pergi ke Dufan. Kali ini bersama teman - teman saya. Teman - teman saya pun ingin menaiki Istana Boneka karena wahana ini yang paling aman dinaiki oleh semuanya. Tentu saja sebenarnya saya punya perasaan tidak enak, namun mau tidak mau saya pun ikut menaiki wahana ini.
Setelah mengantri dan masuk ke dalam wahana, saya tetap tidak merasakan kegirangan yang seharusnya ketika masuk ke Istana penuh boneka dan malah dipenuhi kegelisahan. Ditengah - tengah perjalanan perahu, saya pun berpikir, mungkin ini waktunya untuk mengatasi ketakutan saya terhadap Istana Boneka. Saya pun turun ke pelataran, dan di momen itu saya merasa cukup bangga bisa mengatasi ketakutan saya di momen tersebut.
Walaupun saya bisa membuat diri saya merasa lebih baik pada saat itu, ternyata tetap saja saya memiliki persepsi buruk terhadap Istana Boneka karena memori awal saya. Ketika melihat kembali memori - memori tentang Istana Boneka, saya sekarang memiliki 2 perasaan, yang satu bangga dan yang satu tetap saja gelisah. Memori dan persepsi saya terhadap Istana Boneka tidak hilang, tetapi bertambah dan untungnya perasaan baiklah yang bertambah.
Seperti puzzle, memori Istana Boneka kini di otak saya seperti membesar. Yang tadinya puzzle yang simple sekarang menjadi sedikit lebih kompleks. Namun tetap saja puzzle ini memiliki warna aslinya, yaitu warna kegelisahan, dan sekarang ditambah warna kebanggan tersendiri.
sumber: https://www.scientificamerican.com/article/perception-and-memory/?redirect=1
Komentar
Posting Komentar